Bangun Peradaban Islam Pasca Pandemi Covid-19 dengan Pola Pikir Rasulullah
By Admin
nusakini.com - Jakarta, Lahirnya sebuah peradaban bersumber pada cara berpikir yang kemudian menjadi dasar pandangan dunia dan akhirnya membentuk ideologi. Untuk itu, apabila ingin membangun kembali peradaban Islam pasca pandemi Corona Virus Disease-2019 (Covid-19), harus kembali kepada cara berpikir yang benar sesuai yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Was Salaam.
“Oleh karena itu, jika ingin membangun peradaban Islam terutama setelah pandemi Covid-19, menurut saya langkah pertama dan utama yang perlu dilakukan adalah mengkonstruksi ulang cara berpikir yang benar sesuai yang diajarkan Rasulullah kepada para sahabatnya yang kemudian dirumuskan oleh para ulama di era tabi’in (murid Sahabat Nabi yang tidak hidup di masa Nabi Muhammad) dan tabi’ut tabi’in (pengikut tabi’in),” ujar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin ketika memberikan tausiah Ramadan pada acara “Membangun Peradaban Islam Pasca Pandemi Covid-19” yang tayang di TVRI, Minggu (10/05/2020).
Wapres mencatat, dengan penerapan cara berpikir yang diajarkan Rasulullah, peradaban Islam pernah mencapai masa kejayaannya. Pada masa itu lahir berbagai ilmu pengetahuan yang menjadi dasar peradaban modern saat ini.
“Di saat peradaban Islam menjadi supremasi peradaban dunia, lahir berbagai ilmu pengetahuan yang menjadi dasar peradaban modern saat ini. Seperti ilmu kedokteran, fisika, aljabar, astronomi, dan sebagainya. Namun akhirnya sunnatullah (ketetapan Allah) berlaku, peradaban Islam menurun dan kemudian peradaban Barat menggantikannya sampai dengan saat ini,” papar Wapres.
Kemudian, lanjutnya, muncullah pertanyaan cara berpikir seperti apa yang bisa menjadi sumber terbentuknya peradaban Islam sebagaimana yang terjadi di era keemasan Islam.
Wapres pun menjawab bahwa cara berpikir wasathi (jalan tengah) yang mampu menjadikan Islam mencapai masa kejayaannya.
“Yaitu cara berpikir yang moderat, dinamis, tetap dalam koridor manhaj (aturan yang jelas dalam agama) dan tidak ekstrim,” terangnya.
Menurut Wapres, cara berpikir tersebut merupakan cara berpikir yang lurus, jalan yang tidak melenceng ke kanan ataupun ke kiri. Sebagaimana hal tersebut dilafalkan ketika seorang muslim beribadah salat yakni ihdinas shiraathal mustaqiim, tunjukkanlah kami jalan yang lurus.
“Artinya tunjukkanlah itu bisa berarti supaya kita ditetapkan tidak bergeser, di jalan yang lurus, jalan yang tengah, bukan yang melenceng ke kanan maupun ke kiri,” ujarnya.
Lebih jauh Wapes menjelaskan bahwa melenceng ke kanan merupakan cara berpikir yang berlebihan dalam beragama tanpa dibarengi dengan ilmu (ifrathi), terutama ilmu tentang metode pemahaman nash (al-manhaj fi fahmi an-nushus) sebagaimana diajarkan Rasulullah. Sehingga terkungkung dengan pemahaman tekstual saja terutama dalam memahami nash (dalil yang mempunyai makna jelas).
Sementara melenceng ke kiri, Wapres menguraikan, yaitu pemikiran yang lebih cenderung materialistis-sekuler dan mengabaikan prinsip keagamaan (ruuh diiniyyah).
Oleh karena itu, Wapres menegaskan bahwa untuk membangun kembali peradaban Islam adalah dengan cara mengembalikan cara berpikir wasathi, cara berpikir yang lurus dengan ciri mengamalkan manhaj yang diwarisi ulama terdahulu dan mengakomodasi manhaj baru yang lebih baik.
“Cara berfikir wasathi dapat menjadi pijakan kuat kita untuk membangun kembali peradaban Islam yang kuat supaya kita kembali menjadi apa yang disebut oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Qur’an. Kalian adalah umat terbaik yang lahir bagi umat manusia yng akan menjadi contoh, menjadi saksi bagi seluruh manusia,” pungkas Wapres. (PW/AF/SK-KIP, Stws)